Makna Bulan Safar Dalam Islam

Makna Bulan Safar Dalam Islam

Makna bulan safar dalam Islam –  1 Safar 1446 Hijriah turun pada tanggal 6 Agustus 2024, dalam bahasa Arab kata “ safar” memiliki arti “ sunyi”. Imam Abul Ismail bin Umar ad-Dimisyqi  ( wafat 774H ) menyampaikan bahwa penamaan itu tidaklah lepas dari keadaan Arab pada jaman dulu dimana pada saat bulan Safar keadaan Arab selalu sepi,  rumah – rumah kosong karena ditinggalkan oleh pemiliknya untuk pergi berperang. Imam Ibnu Katsir  berkata:
صَفَرْ: سُمِيَ بِذَلِكَ لِخُلُوِّ بُيُوْتِهِمْ مِنْهُمْ، حِيْنَ يَخْرُجُوْنَ لِلْقِتَالِ وَالْأَسْفَارِ

Artinya: “ Safar dinamakan dengan nama tersebut, karena sepinya rumah – rumah mereka dari mereka, ketika mereka keluar untuk berperang dan bepergian.” (Ibnu Katsir,Tafsirubnu Katsir,[Darut Thayyibah,1999], juz lV, halaman 146)

Sebagaimana kita tahu bahwa masih banyak yang beranggapan  bulan tersebut  merupakan bulan keburukan, yaitu waktu dimana akan banyak terjadi musibah luar biasa melebihi pada waktu lainnya. Namun hal tersebut telah terbantahkan oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, beliau berkata bahwa bulan Safar memiliki kesamaan seperti pada bulan ainnya.

وَأَمَّا تَخْصِيْصُ الشُّؤْمِ بِزَمَانٍ دُوْنَ زَمَانٍ كَشَهْرِ صَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِ فَغَيْرُ صَحِيْحٍ

Artinya: “ Adapun mengkhususkan kesialan dengan suatu zaman tertentu bukan zaman yang lain, seperti (mengkhususkan) bulan Safar atau bulan lainnya, maka hal ini tidak benar”

Ibu Rajab pun menambahkan bahwa baik buruknya pada suatu zaman bukan dilihat dari kejadian pada zaman itu melainkan dilihat dari sikap perbuatan para mukmin pada masa itu.

Kemudian Rasulullah SAW menegaskan akan penolakan tersebut dengan sabda:

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ، وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَ

Artinya: “Tidak ada wabah ( yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula tanda kesialan, tidak ( pula) burung ( tanda kesialan), dan juga tidak ada (kesialan) pada bulan safar. menghindarlah dari penyakit judzam sebagaimana engkau menghindar dari singa. “(HR al-Bukhari).

Sahabat, semua kejadian apapun itu merupakan kejadian murni hanya karena kehendak Allah. Semua sudah tercatat sejak zaman Azali bukan disebabkan waktu atau zaman lainnya.

“  Tak ada musiah yang dapat menimpa kecuali dengan perintah Allah”, ( surat At Taghobun, ayat 11 )

“ Tak akan ada bertanda buruk pada bulan Safar dan tidak ada roh jahat”. (shahih Muslim, nomor 2222)

Perbedaan Yatim dan Piatu, Apakah Memang Berbeda?

Perbedaan Yatim dan Piatu, Apakah Memang Berbeda?

Perbedaan Yatim dan Piatu – Kita tak akan tahu hal apa yang akan terjadi kedepan, sebuah kebesaran Allah SWT dengan adanya ketetapan Qada dan Qadar. Salah satu ketetapan Allah akan kebesaran-Nya adalah diberikannya sebuah cobaan dengan meninggalnya kedua orang terkasih yaitu orang tua saat kita masih sangat  bergantung dengan mereka, perasaan sedih kesepian sering melanda dikala melihat anak – anak diluar sana masih memilki orang tua yang masih hidup. Hal tersebut yang sering dirasakan oleh para saudara kita anak yatim dan piatu. Tentu ini menjadi perhatian untuk kita semua akan nasip anak mereka agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik seperti anak – anak lain pada umumnya.

Sahabat, ternyata diluar sana masih terdapat kesalahpahaman mengenai pengertian dan perbedaan yatim piatu. Untuk menyamakan persepsinya mari kita bahas apa perbedaannya?, yuk simak penjelasan berikut ini.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa yatim merupakan kondisi sorang anak yang tidak lagi memiliki seorang ibu atau seorang ayah dikarenakan telah meninggal. Sedangkan piatu adalah anak yang tidak memiliki seorang ibu atau ayah lagi.

Inilah yang membuat beberapa orang menjadi bingung akan pengertian dan perbedaan yatim dan piatu karena dalam KBBI memiliki makna yang sama, merujuk sebuah kondisi sama , yaitu sama– sama tidak memiliki orang tua.

Mengutip pada laman situs resmi Muhammadiyah, menjelaskan bahwa kata” yatim” merupakan bahasa Arab secara harfiah berarti seseorang yang telah kehilangan ayahnya. Itu sebabnya, anak yatim mendapatkan santunan karena mereka telah kehilangan sosok yang bertanggung jawab akan memenuhi nafkahnya.

Sedangkan anak yang kehilangan seorang ibu dikarenakan sudah meninggal, maka anak tersebut dapat disebut dengan anak piatu.

Rohmansyah, selaku Anggota Majelis Trjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DI Yogykarta menjelaskan bahwa menyantuni anak yatim menjadi hal wajib yang harus dilakukan oleh semua orang, namun anak – anak yang menjadi piatu kehilangan sosok seorang Ibu tetap wajib untuk mendapatkan sebuah santunan seperti anak yatim lainnya.

Adapun batasan umur, seorang anak dapat dikatakan seorang yatim dan piatu apabila mereka ditinggal orang tuanya ketika belum baligh, dan batasan seorang anak yatim piatu itu ketika mereka sudah baligh serta telah memiliki kemandirian dalam  hidup.

Allah menyebutkan anak yatim sebanyak 22 kali di dalam ayat – ayat Al-Quran, sebuah kebesaran Allah bahwasanya mereka sangat diistimewakan. Dijelaskan bahwa kita diperintahkan untuk berbuat baik dan menyantuni mereka dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan, kemudian akan Allah balaskan sebuah keberkahan serta pahala berlipat akan perbuatan itu. Berikut ini adalah beberapa adab yang dapat diperlakukan kepada para anak yatim piatu :

Dalam surah An-Nisa ayat 36 menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk berpelilaku baik kepada ibu, bapak, kerabat, serta anak-anak yatim.

 Perlakukan mereka dengan baik bukan berarti kita harus memberikan mereka sebuah materi, namun kita dapat memberikan hal – hal lain yang bermanfaat untuk mereka, seperti memberikan kasih sayang, atau tidak menghardiknya.

Kewajiban untuk kita semua untuk barsikap baik kepada mereka dengan memuliakannya. Dalam  Al-Quran surat Al-Fajr ayat 17  menjelaskan bahwa :

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim.” (Al-Fajr: 17)”

Dari hadits diatas dapat dijelaskan bahwa memuliakan anak yatim harus dilakukan oleh semua umat muslim.

Tidak diperbolehkannya kita menghina, merendahkan,berbuat kasar  serta berbuat sesuatu yang tidak baik kepada mereka sehingga menyinggu perasaannya.

Secara tegas bahwa Allah mengharamkan memakan harta anak yatim, dalam Al-Quran surat Al-Isra ayat 34 menjelaskan bahwa :

“Dan janganlah kamu mendekati harta yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik.”(Al-Israa’ ayat 34)

Selain memperdulikan para kaum dhuafa, memperdulikan para anak yatim menjadi urutan utamanya, inilah mengapa Allah menyebutkan mereka sebanyak 22 kali di dalam ayat – Ayat Al-Quran. Disinilah Allah memberikan sebuah pahala berlipat ganda serta keberkahan tak terhingga kepada hambanya yang peduli kepada para yatim.

Sahabat, itulah perbedaan yatim dan piatu. Tentu banyak anak – anak diluar sana yang mengalami nasip demikian. Itulah kenapa Allah sangat mengistimewakan mereka, semoga dengan diskusi kali ini mengingatkan kita akan nikmat rezeki yang sudah dititipkan kepada kita, dan tetaplah bersyukur dengan semua pemberiannya jangan lupa untuk saling peduli kepada sesama terutama kepada para anak – anak yatim piatu.