Empat Hal Tidak Berguna yang Wajib untuk Dihindari
Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, ”Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah yang mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” (QS Al-An’am : 2).
Sahabat, pada sisa usia yang kita miliki. Hendaknya menghindari hal yang sia-sia yang mana membuat kerugian kita kelak di akhirat. Sisa waktu yang kita punya hendaknya untuk mengumpulkan banyak bekal untuk menghadap-Nya suatu saat nanti. Ada empat hal yang wajib untuk kita semua hindari perkara merugikan ini, yang terkadang kita lakukan tanpa sadar. Empat hal yang wajib kita hindari antara lain:
Ilmu Tanpa Amal
Imam Ghazali berkata “Ilmu tanpa amal adalah gila dan pada masa yang sama. Amalan tanpa ilmu merupakan suatu amalan yang tidak akan berlaku dan sia- sia.”
Sahabat, ilmu semata-mata masih belum dapat menjauhkan diri kita daripada maksiat. Memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya tidak akan mampu menolong manusia dari menghindari diri melakukan maksiat selama-lamanya. Selain itu, ilmu yang ada juga masih belum mampu mendorong kita untuk taat kepada Allah SWT.
Ini karena beramal dan taat kepada Allah itu datangnya daripada kesadaran diri bahwa ia akan menghadapi maut suatu hari nanti. Seseorang itu juga tidak mampu menjauhkan diri daripada api neraka hanya dengan bergantung kepada pencapaian hidup dan ilmunya semata. Hendaklah ia mengikutinya dengan amalan, yang mana amalan tersebut berdasarkan ilmu.
Apabila kita tidak beramal dengan ilmu yang ada pada diri kita, kita sudah tentu tidak dapat melepasi perhitungan Allah pada Hari Akhirat kelak. Janganlah sampai kita menjadi orang yang menyesal dan meminta kembali ke dunia nantinya, itu merupakan suatu perkara yang tidak mungkin terjadi.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah as-Sajdah ayat 12 yang bermaksud : “Wahai Tuhan kami, kami telah melihat kebenaran di hadapan mata kami, kami telah mendengar dengan sejelas-jelasnya (akan perkara yang kami ingkari dahulu); maka kembalikanlah kami ke dunia agar kami mengerjakan perkara yang baik-baik. Sesungguhnya kami sekarang telah yakin. Maka pergunakanlah masa di dunia ini sebaik- baiknya dengan menuntut ilmu dan beramal dengannya, dan jauhilah sikap hanya berbangga- bangga dengan amalan sedangkan ilmunya tiada.
”Maka sahabat, semoga kita bukanlah termasuk hamba yang menyesal seperti yang tertuang dalam surat As-Sajdah, dan semoga kita jauh dari perbuatan yang sia-sia.
Kekayaan Tanpa Bersedekah
Sedekah adalah amalan yang mulia, apalagi jika mengamalkannya dikala kita dalam keadaan sulit. Harta yang kita sedekahkan secara fisik memanglah berkurang, namun Allah telah berjanji dalam Al-Qur’an akan mengganti sesuatu yang kita beri dengan sesuatu yang lebih baik.
Pada hakikatnya setelah kita berbagi kepada orang lain, di situlah letak sebenarnya harta kita. Jadi semakin banyak kita mengeluarkan harta, maka harta yang kita keluarkan itulah harta sejati yang kita miliki. Banyak sekali hikmah atau keutamaan sedekah bagi mereka yang mahu mengamalkannya. Di dalam Al-Qur’an sendiri banyak ayat yang menerangkan keutamaan sedekah.
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’ :39)
Ulama termahsyur Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat tersebut bahwasanya:
“Apapun yang kamu infakkan dalam apa yang diperintahkan kepadamu atau yang dimubahkan, maka Dia akan memberikan gantinya untukmu di dunia, dan di akhirat dengan ganjaran dan pahala kebaikan.”
Oleh karena itu, jika harta yang kita miliki untuk bersedekah tidak akan pernah berkurang ataupun akan membuat diri kita menjadi miskin. Karena Allah sang Maha Pemberi Rezeki untuk Umat-Nya yang senantiasa berbuat kebaikan seperti sedekah kepada orang yang membutuhkan.
Maka sungguh rugi apabila mempunyai harta lebih, namun tidak menggunakanya untuk bersedekah. Seperti halnya dalam surat Al Imran Ayat 180 menyebutkan balasan bagi orang yang bakhil dengan hartanya:
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya, kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu kelak hari kiamat Allah SWT akan mengalungkan pada lehernya. Dan kepunyaan Allah lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Ali-Imran: 180)
Sahabat, sejatinya tak ada harta dunia yang akan kita bawa ke akhirat kelak kecuali 3 perkara yang disebutkan Rasulullah SAW: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholeh yang berdoa baginya.” (HR. Muslim)
Semoga kita semua terhindar dari sifat bakhil dan Allah SWT melembutkan hatinya untuk menafkahkan harta pada jalan yang Dia ridhoi. Aamiin
Keshalehan Hanya Untuk Pamer
Salah seorang cendikiawan muslim, M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul “Islam yang Saya Anut; Dasar-dasar Ajaran Islam”, melukiskan riya’ dengan analogi semut hitam kecil yang berjalan di atas batu licin hitam di tengah gelapnya malam. Analogi tersebut menunjukan bahwa, sangat sulit untuk mengidentifikasi perbuatan riya’. Sehingga, bisa jadi seseorang telah menganggap ia ikhlas, tapi Allah SWT melihat justru sebaliknya. Diri sendiripun terkadang luput menyadari perbuatan tersebut karena tipisnya perbedaan ikhlas dan riya dalam hal mengumbar amal shalih tersebut.
Sahabat, takutlah apabila ibadah yang telah kita jalankan selama ini bisa jadi akan terbilang sia-sia manakala kita terjebak dengan perangkap riya’ tersebut. Maka alangkah baiknya, menahan diri untuk mudah mengumbar amalan, di media sosial misalnya. Bukan berarti melarang untuk mensyiarkan kebaikan, namun untuk meminimalisir terjadinya kesia-siaan pada amal kita. Apabila tanpa sadar dalam hati kita ada sedikit riya.
Seperti halnya meneladani kisah rasul saat menyuapi si buta yang membencinya. Dalam kisah yang mungkin sering kita dengar semasa kecil. Bahwa setiap hari Rasul menyuapkan makanan ke mulut seorang pengemis Yahudi yang buta dan tua. Pengemis itu selalu mangkal pada salah satu sudut pintu kota Madinah. Si pengemis selalu menghina Nabi Muhammad, dengan berkata pada orang yang melintas di depannya supaya tidak memercayai Muhammad yang disebutnya sebagai orang gila, pembohong dan tukang sihir.
Kelak, setelah Nabi wafat, betapa menyesalnya si pengemis, begitu Khalifah Abu Bakar Shiddiq memberitahunya bahwa Nabi Muhammad lah yang selama ini menyuapinya, Abu Bakar hanya meneruskannya.
Karena merasa cara Abu Bakar tidak sama dengan cara Nabi menyuapinya, si pengemis bertanya siapa sesungguhnya yang selama ini sudah sangat baik hati. Maka dari itu Abu Bakar menjelaskan tentang tindakan Nabi Muhammad yang sangat mulia tersebut. Tidak marah meskipun ada yang menghinanya, dan membalasnya dengan kebaikan tanpa sepengetahuan yang menghina. MasyaAllah, sungguh mulia teladan Nabi Muhammad SAW pada umatnya.
Umur Panjang Tapi Tidak Beramal Baik
Umur manusia sepenuhnya merupakan hak prerogatif Allah SWT. Manusia hanya dapat menerima keputusan Allah SWT tentang umurnya. Karenanya, manusia tidak mengetahui panjang pendek umurnya. Manusia juga tidak mengetahui sampai kapan ia akan hidup di dunia. Hanya Allah-lah yang mengetahui.
Manusia juga tidak bisa mengurangi atau menambah umurnya. Jika ajalnya telah tiba, maka manusia akan mati walaupun ia berusaha mengundurkannya. Dan, jika ajalnya belum tiba, manusia tetap tidak akan mati walaupun ia berusaha mempercepat kematiannya. Allah SWT menegaskan, ”Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka jika telah datang waktunya, mereka tidak akan dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS 7:34).
Rasulullah SAW melarang umatnya memohon kematian. Beliau bersabda, ”Janganlah salah seorang di antara kamu sekalian mengharapkan kematian dan jangan pula berdoa agar cepat mati sebelum kematian itu benar-benar datang kepadanya. Sesungguhnya jika salah seorang di antara kamu sekalian mati, maka terputuslah amalnya. Dan sesungguhnya tidak ada yang dapat menambah umur seorang mukmin kecuali kebaikan yang diperbuatnya.” (HR al-Bukhari).
Allah SWT memberikan usia yang panjang kepada manusia merupakan amanat untuk menjaga amalan dengan baik. Karenanya, harus mengisinya dengan kebaikan-kebaikan dan amal saleh. Panjang atau pendeknya usia manusia tidak menentukan nilainya, melainkan kualitas amal dan perbuatan dalam hidupnyalah nilai sebenarnya.
Dalam pandangan Rasulullah SAW, umur yang panjang pada hakikatnya adalah yang terisi dengan perbuatan baik dan amal saleh. Beliau bersabda, ”Barang siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, maka hendaklah ia berbuat baik kepada kedua orang tua dan menjalin silaturrahim dengan sesama.” (HR Ahmad).
Semoga Terhindar dari Kesia-siaan
Panjangnya umur seseorang tidak akan bernilai sama sekali jika tidak mengisinya dengan amal saleh. Bahkan, boleh jadi hanya menjerumuskan ke dalam azab Allah SWT. Mengisi usia yang panjang dengan perbuatan baik dan amal saleh menjadi bukti kualitas hidup manusia di dunia dan meninggikan derajatnya di sisi Allah SWT.
Ketika ditanya tentang siapa orang yang paling baik, Rasulullah SAW menjawab, ”Yaitu orang yang panjang umurnya dan baik amalnya. Sedangkan orang yang paling buruk adalah orang yang panjang umurnya tetapi buruk amalnya.” (HR Ahmad).
Setiap Muslim hendaknya menyadari kembali bahwa kematian akan datang tanpa terduga. Kesadaran terhadap hal ini akan memotivasi untuk bersegera mengisi umur di dunia dengan perbuatan baik dan amal saleh. Sebab, mensia-siakan usia pada akhirnya hanya akan melahirkan penyesalan yang tidak berguna. Wallahu A’lam. Semoga kita terhindar dari empat hal tidak berguna dan penuh kesia-siaan tersebut. Aamiin